ASAL USUL RENGASDENGKLOK
Mat 3A/-29
ASAL USUL RENGASDENGKLOK
Rengasdengklok
adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Karawang, Provinsi
Jawa Barat,
Indonesia,
pusat pemerintahan kecamatan Rengasdengklok terletak di desa Rengasdengklok
Selatan dengan menempati gedung baru didekat Monumen
Kebulatan Tekad.
Kecamatan
ini termasuk salah satu kecamatan dengan penduduk di atas 100.000 jiwa dan
tingkat kepadatan diatas 1000 jiwa/km2 di Kabupaten Karawang, dengan penduduk
sebesar 108.054 jiwa(SP Karawang 2011),dan luas sekitar 31,46 km2 maka
kepadatan penduduknya adalah 3.434,65 jiwa/km2.
Kata
Rengasdengklok bahwa rengas berasal
dari nama pohon yaitu pohon rengas. Konon pada zaman penjajahan Belanda daerah
tersebut dahulu banyak ditumbuhi pohon rengas.
Gambar
Pohon Rengas
Rengasdengklok pernah menjadi
tempat penculikan atau pengasingan Soekarno
dan Mohammad
Hatta untuk mengamankan keduanya dari intervensi pihak luar, mereka dibawa
dan diamankan ke Rengasdengklok oleh golongan muda yaitu Soekarni,
Wikana,
dan Chairul Saleh dari perkumpulan "Menteng 31 yang
menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai
badan buatan Jepang.
Selain itu, hal tersebut dilakukan agar Soekarno dan Moh. Hatta tidak
terpengaruh oleh Jepang. Para golongan pemuda khawatir apabila kemerdekaan yang
sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia, menjadi
seolah-olah merupakan pemberian dari Jepang. Peristiwa ini terjadi pada tanggal
16 Agustus 1945 pukul 03.00. WIB. Kecamatan ini awalnya merupakan kecamatan
Rengasdengklok(Raya) bersama kecamatan Jayakerta, kecamatan Kutawaluya dan sebagian kecamatan Tirtajaya.
Menghadapi
desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara
itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut
kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena
tidak semua anggota PETA
mendukung rencana tersebut.
Daaerah
Rengasdengklok dipilih karena menurut perhitungan militer, tempat tersebut jauh
dari jalan raya Jakarta-Cirebon. Di
samping itu, mereka dengan mudah dapat mengawasi tentara Jepang yang hendak
datang ke Rengasdengklok dari arah Bandung maupun Jakarta.
Pada waktu itu Soekarno dan Moh.
Hatta, dan tokoh-tokoh yang menginginkan agar proklamasi dilakukan melalui PPKI, sementara golongan
pemuda menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI
yang dianggap sebagai badan buatan Jepang. Sebelumnya golongan pemuda telah mengadakan suatu
perundingan di salah satu lembaga bakteriologi di Pegangsaan Timur Jakarta,
pada tanggal 15 Agustus. Dalam pertemuan ini diputuskan agar
pelaksanaan kemerdekaan dilepaskan segala ikatan dan hubungan dengan janji
kemerdekaan dari Jepang. Hasil keputusan disampaikan kepada Ir. Soekarno pada
malam harinya tetapi ditolak oleh Soekarno karena merasa bertanggung jawab
sebagai ketua PPKI.
Proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus
1945 di lapangan
IKADA(yang sekarang telah menjadi lapangan Monas) atau di rumah Bung Karno di
Jl.Pegangsaan Timur 56. Dipilih rumah Bung Karno karena di lapangan IKADA sudah
tersebar bahwa ada sebuah acara yang akan diselenggarakan, sehingga
tentara-tentara Jepang sudah berjaga-jaga, untuk menghindari kericuhan, antara
penonton-penonton saat terjadi pembacaan teks proklamasi, dipilihlah rumah
Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No.56. Teks Proklamasi disusun di
Rengasdengklok, di rumah seorang Tionghoa, Djiaw Kie
Siong. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para
pejuang di Rengasdengklok pada Kamis tanggal 16 Agustus,
sebagai persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Gambar Altar Ruang
Tamu Rumah Djiaw Kie Siong
Karena tidak mendapat berita
dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk
berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di
Jakarta, Jusuf Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad
Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok
untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati
dan Guntur.
Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk
membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 Agustus tengah
malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan harinya, tepatnya
tanggal 17 Agustus
1945 pernyataan proklamasi
dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia
yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang
"dipinjam" (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala
Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.
Karawang memiliki sejumlah kisah misteri yang masih harus dibuktikan,
diantaranya Antara lain :1. Meninggalnya Bupati Pertama Karawang (Singaperbangsa) yang menurut cerita, Ia meninggal dengan cara dipenggal oleh Belanda, dimana kepala dan tubuhnya dipisahkan didua tempat berbeda yang berlawanan arah. Diyakini Adipati Singaperbangsa memiliki ilmu Pancasona atau Rawarontek, ilmu yang membuat bagian tubuh bisa menyatu kembali ketika dipenggal atau dipisahkan. Namun kini jasadnya ‘konon’ sudah disatukan dan dimakamkan di pemakaman khusus bupati Karawang.
2. Kisah misteri di peninggalan Candi Jiwa (Batujaya Karawang). Kompleks candi tertua di Jawa Barat ini terbuat dari bata, menyisakan banyak kisah misteri. Konon, ada pengunjung yang berkunjung di kompleks candi ini dan membawa salah satu bata, malam harinya di rumahnya sang pencuri didatangi oleh sesosok raksasa yang menyuruh bata tersebut dikembalikan ke tempat semula, alhasil si pengunjung (pencuri) ini pun mengembalikannya.
3. Berbagai kisah misteri di Gunung Sanggabuana Pangkalan Karawang, tentang keberadaan harimau penjaga gunung dan mitos pusaka emas
4. Berbagai kisah misteri di Makam Syeh Quro Lemahabang Karawang, tentang proses meninggalkan Syeh Quro, dll
Itulah merupakan asal-usul
Rengasdengklok, sejarah yang berkaitan dengan Rengasdengklok (Peristiwa
Rengasdenglok), dan berbagai misteri yang ada di daerah Karawang. Semoga
artikel ini dapat menambah wawasan pembaca tentang sejarah.









10 Desember 2014 pukul 17.30
waw gambar rumahnya bagus banget