TOKOH-TOKOH FILSAFAT ISLAM



mat 3A/29

TOKOH-TOKOH FILSAFAT ISLAM
a.       Ibnu Khaldun (1332 – 1406 M)
Ia  yang berpendapat bahwa ilmu pengetahuan merupakan kemampuan manusia untuk membuat analisis dan strategis sebagai hasil dari proses berfikir. Pendidikan merupakan transformasi nilai-nilai yang diperoleh dari pengalaman untuk mempertahankan eksistensi manusia dalam peradaban masyarakat. Pendidikan juga merupakan upaya melestarikan dan mewariskan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat agar masyarakat tersebut bisa tetap eksis.
b.      Abduh Ibnu Hasan Khairullah (1849 M)
Ia mengemukakan bahwa pendidikan bertujuan mendidik akal dan jiwa serta mengembangkannya hingga batas-batas yang memungkinkan anak didik mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Proses pendidikan dapat membentuk kepribadian muslim yang seimbang, pendidikan tidak hanya mengembangkan aspek kognitif (akal) semata tapi perlu menyeleraskan dengan aspek afektif (moral) dan psikomotorik (keterampilan).
c.       Muhammad Iqbal (1877 – 1938M)
Ia berpandangan bahwa pendidikan merupakan bagian tidak dapat dipisahkan dari peradaban manusia, bahkan pendidikan merupakan subtansi dari peradaban manusia. Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang mampu memadukan dualisme (antara aspek keduniaan dan aspek keakhiratan secara sama dan seimbang).
d.      Ahmad Dahlan (1869 – 1923M)
Ahmad Dahlan adalah tokoh pendiri Muhammadiyah yang berpandangan bahwa pendidikan bertujuan menciptakan manusia yang (1) baik budi, yaitu alim dalam agama; (2) luas pandangan, yaitu alam dalam ilmu-ilmu umum dan (3) bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat. Pendidikan agama dan pendidikan umum dipadukan secara selaras dan berpegang kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

e.       Al-Kindi
Al-Kindi nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’kub ibnu Ishaq ibnu al-Shabbah ibnu ‘Imron ibnu Muhammad ibnu al-Asy’as ibnu Qais al-Kindi. Kindah merupakan suatu nama  kabilah terkemuka pra-Islam yang merupakan cabang dari Bani Kahlan yang menetap di Yaman. Kabilah ini pulalah yang melahirkan seorang tokoh sastrawan yang terbesar kesusasteraan Arab, sang penyair pangeran Imr Al-Qais, yang gagal untuk memulihkan tahta kerajaan Kindah setelah pembunuhan ayahnya.
Dalam hal pendidikan Al-Kindi pindah dari Kufah ke Basrah, sebuah pusat studi bahasa dan teologi  Islam. Dan ia pernah menetap di Baghdad, ibukota kerajaan Bani Abbas, yang juga sebagai jantung kehidupan intelektual pada masa itu. Ia sangat tekun mempelajari berbagai  disiplin ilmu. Oleh karena itu tidak heran jika ia dapat menguasai ilmu astronomi,ilmu ukur, ilmu alam, astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik meteorologi,, optika, kedokteran, matematika, filsafat, dan politik. Penguasaannya terhadap filsafat dan ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran filosof terkemuka. Karena itu pulalah ia  dinilai pantas menyandang gelar Faiasuf al-‘Arab ( filosof berkebangsaan Arab).
Filsafat atau Pemikirannya

a.      Talfiq

Al-Kindi berusaha memadukan (talfiq) antara agama dan filsafat. Menurutya filsafat adalah pengetahuan yang benar ( knowledge of truth). Al-Qur’an yang membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan oleh filsafat. Karena itu mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang bahkan teologi bagian dari filsafat, sedangkan umat Islam diwajibkan mempelajari teologi. Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan  dari keduanya. Agama disamping wahyu mempergunakan akal, dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang benar pertama bagi Al-Kindi ialah Tuhan. Filsafat dengan demikian membahas tentang Tuhan dan agama ini pulalah dasarnya. Filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan.
Dengan demikian, orang yang menolak filsafat maka orang itu menurut Al-Kindi telah mengingkari kebenaran, kendatipun ia menganggap dirinya paling benar. Disamping itu, karena pengetahuan tentang kebenaran termasuk pengetahuan tentang Tuhan, tentang ke-Esaan-Nya, tentang apa yang baik dan berguna, dan juga sebagai alat untuk berpegang teguh kepadanya dan untuk menghindari hal-hal sebaliknya. Kita harus menyambut dengan gembira kebenaran dari manapun datangnya. Sebab, “tidak ada yang lebih berharga bagi para pencari kebenaran daripada kebenaran itu sendiri”. Karena itu tidak tidak wajar merendahkan dan meremehkan orang yang mengatakan dan mengajarkannya. Tidak ada seorang pun akan rendah dengan sebab kebenaran, sebaliknya semua orang akan menjadi mulia karena kebenaran. Jika diibaratkan maka orang yang mengingkari kebenaran tersebut tidak beda dengan orang yang memperdagangkan agama, dan pada akikatnya orang itu tidak lagi beragama.
Pengingkaran terhadap hasil-hasil filsafat karena adanya hal-hal yang bertentangan dengan apa yang menurut mereka telah mutlak digariskan Al-Qur’an. Hal semacam ini menurut Al-Kindi, tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak filsafat, karena hal itu dapat dilakukan ta’wil. Namun demikian, tidak bisa dipungkiri perbedaaan antara keduanya, yaitu:
1)      Filsafat termasuk humaniora yang dicapai filosof dengan berpikir, belajar, sedangkan agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati tingkat tertinggi karena diperoleh tanpa melalui proses belajar, dan hanya diterima secara langsung oleh para Rasul dalam bentuk wahyu.
2)      Jawaban filsafat menunjukan ketidakpastian ( semu ) dan memerlukan berpikir atau perenungan. Sedangkan agama lewat dalil-dalilnya yang dibawa Al-Qur’an memberi jawaban secara pasti dan menyakinkan dengan mutlak.
3)      Filsafat mempergunakan metode logika, sedangkan agama mendekatinya dengan keimanan.
Walaupun Al-Kindi termasuk pengikut rasionalisme dalam arti umum, tetapi ia tidak mendewa-dewakan akal.

b.      Jiwa

Tentang jiwa, menurut Al-Kindi; tidak tersusun, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Substansi ruh berasal dari substansi Tuhan. Hubungan ruh dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual, ilahiah, terpisah dan berbeda dari tubuh. Sedangkan jisim mempunyai sifat hawa nafsu dan pemarah. Antara jiwa dan jisim, kendatipun berbeda tetapi saling berhubungan dan saling memberi bimbingan. Argumen yang diajukan Al-Kindi tentang perlainan ruh dari badan ialah ruh menentang keinginan hawa nafsu dan pemarah. Sudah jelas bahwa yang melarang tidak sama dengan yang dilarang.
Dengan pendapat Al-Kindi tersebut, ia lebih dekat kepada pemikiran Plato ketimbang pendapat Aristoteles. Aristoteles mengatakan bahwa jiwa adalah baharu, karena jiwa adalah bentuk bagi badan. Bentuk tidak bisa tinggal tanpa materi, keduanya membentuk kesatuan isensial, dan kemusnahan badan membawa kepada kemusnahan jiwa. Sedangkan Plato berpendapat bahwa kesatuan antara jiwa dan badan adalah kesatuan accidental dan temporer. Binasanya badan tidak mengakibatkan lenyapnya jiwa. Namun Al-Kindi tidak menyetujui Plato yang mengatakan bahwa jiwa berasal dari alam ide. Al-Kindi berpendapat bahwa jiwa mempunyai tiga daya, yakni: daya bernafsu, daya pemarah, dan daya berpikir. Kendatipun bagi Al-Kindi jiwa adalah qadim, namun keqadimannya berbeda dengan qadimnya Tuhan. Qadimnya jiwa karena diqadimkan oleh Tuhan.

3.      Moral

Menurut Al-Kindi, filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri dan bahwa sorang filosof wajib menempuh hidup susila. Kebijaksanaan tidak dicari untuk diri sendiri (Aristoteles), melainkan untuk hidup bahagia. Al-Kindi mengecam para ulama yang memperdagangkan agama untuk memperkaya diri dan para filosof yang memperlihatkan jiwa kebinatangan untuk mempertahankan kedudukannya dalam negara. Ia merasa diri korban kelaliman negara seperti Socrates. Dalam kesesakkan jiwa filsafat menghiburnya dan mengarahkannya untuk melatih kekangan, keberanian dan hikmak dalam keseimbangan sebagai keutamaan pribadi, tetapi pula keadilan untuk meningkatkan tata negara. Sebagai filsuf, Al-Kindi prihatin kalau-kalau syari’at kurang menjamin perkembangan kepribadian secara wajar. Karena itu dalam akhlak atau moral dia mengutamakan kaedah Socrates.
f.       Al-Farabi
Nama lengkapnya Abu Nashr Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhan ibn Auzalagh. Dikalangan orang-orang latin abad tengah, Al-Farabi lebih dikenal dengan Abu Nashr. Al-Farabi dikenal sebagai filsuf Islam terbesar, memiliki keahlian dalam banyak bidang keilmuan dan memandang filsafat secara utuh dan menyeluruh serta mengupasnya secara sempurna, sehingga filsuf yang datang sesudahnya, seperti Ibnu Sina dan Ibn Rusyd banyak mengambil dan mengupas sistem filsafatnya.
Filsafat dan Pemikirannya

a)      Pemaduan Filsafat

Al-Farabi berusaha memadukan beberapa aliran  filsafat yang berkembang sebelumnya terutama pemikiran Plato, Aristoteles, dan Plotinus, juga antara agama dan filsafat. Karena itu ia dikenal filsuf sinkretisme yang mempercayai kesatuan filsafat. Dalam ilmu logika dan fisika, ia dipengaruhi oleh Aristoteles. Dalam masalah akhlak dan politik, ia dipengaruhi oleh Plato. Sedangkan dalam hal matematika, ia dipengaruhi oleh Plotinus.
Untuk mempertemukan dua filsafat yang berbeda seperti dua halnya Plato dan Aristoteles mengenai idea. Aristoteles tidak mengakui bahwa hakikat itu adalah idea, karena apabila hal itu diterima berarti alam realitas ini tidak lebih dari alam khayal atau sebatas pemikiran saja. Sedangkan Plato mengakui idea merupakan satu hal yang berdiri sendiri dan menjadi hakikat segala-galanya. Al-Farabi menggunakan interpretasi batini, yakni dengan menggunakan ta’wil bila menjumpai pertentangan pikiran antara kedanya. Menurut Al-Farabi, sebenarnya Aristoteles mengakui alam rohani yang terdapat diluar alam ini. Jadi kedua filsuf tersebut sama-sama mengakui adanya idea-idea pada zat Tuhan. Kalaupun terdapat perbedaan, maka hal itu tidak lebih dari tiga kemungkinan:
1)      Definisi yang dibuat tentang filsafat tidak benar
2)      Adanya kekeliruan dalam pengetahuan orang-orang yang menduga bahwa antara keduanya terdapat perbedaan dalam dasa-dasar falsafi.
3)      Pengetahuan tentang adanya perbedaan antara keduanya tidak benar, padahal definisi keduanya tidaklah berbeda, yaitu suatu ilmu yang membahas tentang yang ada secara mutlak.
Adapun perbedaan agama dengan filsafat, tidak mesti ada karena keduanya mengacu kepada kebenaran, dan kebenaran itu hanya satu, kendatipun posisi dan cara memperoleh kebenran itu berbeda, satu menawarkan kebenaran dan lainnya mencari kebenaran. Kalaupun terdapat perbedaan kebenaran antara keduanya tidaklah pada hakikatnya, dan untuk menghindari itu digunakab ta’wil filosofis. Dengan demikian, filsafat Yunani tidak bertentangan secara hakikat dengan ajaran Islam, hal ini tidak berarti Al-farabi mengagungkan filsafat dari agama. Ia tetap mengakui bahwa ajaran Islam mutlak kebenarannya.

b)     Jiwa

Adapun  jiwa, Al-Farabi juga dipengaruhi oleh filsafat Plato, Aristoteles dan Plotinus. Jiwa bersifat ruhani, bukan materi, terwujud setelah adanya badan dan tidak berpindah-pindah dari suatu badan ke badan lain. Kesatuan antara jiwa dan jasad merupakan kesatuan secara accident, artinya antara keduanya mempunyai substansi yang berbeda dan binasanya jasad tidak membawa binasanya jiwa. Jiwa manusia disebut al-nafs al-nathiqah, yang berasal dari alam ilahi, sedangkan jasad berasal dari alam khalq, berbentuk, beruapa, berkadar, dan bergerak. Jiwa diciptakan tatkala jasad siap menerimanya.
Mengenai keabadian jiwa, Al-Farabi membedakan antara jiwa kholidah dan jiwa fana. Jiwa khalidah yaitu jiwa yang mengetahui kebaikan dan berbuat baik, serta dapat melepaskan diri dari ikatan jasmani. Jiwa ini tidak hancur dengan hancurnya badan.

c)      Politik

Pemikiran Al-Farabi lainnya yang sangat penting adalah tentang politik yang dia tuangkan dalam karyanya, al-Siyasah al- Madiniyyah (Pemerintahan Politik) dan ara’ al-Madinah al-Fadhilah (Pendapat-pendapat tentang Negara Utama) banyak dipengaruhi oleh konsep Plato yang menyamakan negara dengan tubuh manusia. Ada kepala, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu. Yang paling penting dalam tubuh manusia adalah kepala, karena kepalalah (otak) segala perbuatan manusia dikendalikan, sedangkan untuk mengendalikan  kerja otak dilakukan oleh hati. Demikian juga dalam negara. Menurut Al-Farabi yang amat penting dalam negara adalah pimpinannya atau penguasanya, bersama-sama dengan bawahannya sebagai mana halnya jantung dan organ-organ tubuh yang lebih rendah secara berturut-turut. Pengusa ini harus orang yang lebih unggul baik dalam bidang intelektual maupun moralnya diantara yang ada. Disamping daya profetik yang dikaruniakan Tuhan kepadanya, ia harus memilki kualitas-kualitas berupa: kecerdasan, ingatan yang baik, pikiran yang tajam, cinta pada pengetahuan, sikap moderat dalam hal makanan, minuman, dan seks, cinta pada kejujuran, kemurahan hati, kesederhanaan, cinta pada keadilan, ketegaran dan keberanian, serta kesehatan jasmani dan kefasihan berbicara.
Tentu saja sangat jarang orang yang memiliki semua kualitas luhur tersebut, kalau terdapat lebih dari satu, maka menurut Al-Farabi yang diangkat menjadi kepala negara seorang saja, sedangkan yang lain menanti gilirannya. Tetapi jika tidak terdapat seorang pun yang memiliki secara utuh. Dua belas atribut tersebut, pemimpin negara dapat dipikul secara kolektif antara sejumlah warga negara yang termasuk kelas pemimpin.
Pemikiran Al-Farabi tentang kenegaraan terkesan ideal sebagaimana halnya konsepsi yang ditawarkan oleh Plato. Hal ini dimungkinkan, Al-Farabi tidak pernah memangku suatu jabatan pemerintahan, ia lebih menyenangi berkhalawat, menyendiri, sehingga ia tidak mempunyai peluang untuk belajar dari pengalaman dalam pengelolaan urusan kenegaraan. Kemungkinan lain yang melatarbelakangi pemikiran Al-Farabi itu adalah situasi  pada waktu itu, kekuasaan Abbassiyah diguncangkan oleh berbagai gejolak, pertentangan dan pemberontakan.
g.      Ibnu Sina
Ia mempunyai kecerdasan dan ingatan yang luar biasa sehingga dalam usia 10 tahun telah mampu menghafal Al-Qur’an, sebagian besar sastra Arab dan juga hafal kitab metafisika karangan Aristoteles setelah dibacanya empat puluh kali. Pada usia 16 tahun ia telah banyak menguasai ilmu pengetahuan, sastra arab, fikih, ilmu hitung, ilmu ukur, filsafat dan bahkan ilmu kedokteran dipelajarinnya sendiri.
Filsafat dan Pemikirannya

a)      Kenabian

Sejalan dengan teori kenabian dan kemukjizatan, ibnu Sina membagi manusia kedalam empat kelompok:  mereka yang kecakapan teoretisnya telah mencapai tingkat penyempurnaan yang sedemikian rupa sehingga mereka tidak lagi membutuhkan guru sebangsa manusia, sedangkan kecakapan praktisnya telah mencapai suatu puncak yang demikian rupa sehingga berkat kecakapan imajinatif mereka  yang tajam mereka mengambil bagian secara langsung pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa masa kini dan akan datang. Kemudian mereka memiliki kesempurnaan daya intuitif, tetapi tidak mempunyai daya imajinatif. Lalu orang yang daya teoretisnya sempurna tetapi tidak praktis. Terakhir adalah orang yang mengungguli sesamanya hanya dalam ketajaman daya praktis mereka.
Nabi Muhammad memiliki syarat-syarat yang dibutuhkan seorang Nabi, yaitu memiliki imajinasi yang sangat kuat dan hidup, bahkan fisiknya sedemikian kuat sehingga ia mampu mempengaruhi bukan hanya pikiran orang lain, melainkan juga seluruh materi pada umumnya. Dengan imajinatif yang luar biasa kuatnya, pikiran Nabi, melalui keniscayaan psikologis yang mendorong, mengubah kebenaran-kebenaran akal murni dan konsep-konsep menjadi imaji-imaji dan simbol-simbol kehidupan yang demikian kuat sehingga orang yang mendengar atau membacanya tidak hanya menjadi percaya  tetapi juga terdorong untuk berbuat sesuatu. Apabila kita lapar atau haus, imajinasi kita menyuguhkan imaji-imaji yang hidup tentang makanan dan minuman. Pelambangan dan pemberi sugesti ini, apabila ini berlaku pada akal dan jiwa Nabi, menimbulkan imaji-imaji yang kuat dan hidup sehingga apapun yang dipikirkan dan dirasakan oleh jiwa Nabi, ia benar-benar mendengar dan melihatnya.

b)     Tasawuf

Tasawuf, menurut ibnu Sina tidak dimulai dengan zuhud, beribadah dan meninggalkan keduniaan sebagaimana yang dilakukan orag-orang sufi sebelumnya. Ia memulai tasawuf dengan akal yang dibantu oleh hati. Dengan kebersihan hati dan pancaran akal, lalu akal akan menerima ma’rifah dari al-fa’al. Dalam pemahaman bahwa jiwa-jiwa manusia tidak berbeda lapangan ma’rifahnya dan ukuran yang dicapai mengenai ma’rifah, tetapi perbedaannya terletak pada ukuran persiapannya untuk berhubungan dengan akal fa’al.
Mengenai bersatunya Tuhan dan manusia atau bertempatnya Tuhan dihati diri manusia tidak diterima oleh ibnu Sina, karena manusia tidak bisa langsung kepada Tuhannya, tetapi melalui prantara untuk menjaga kesucian Tuhan. Ia berpendapat bahwa puncak kebahagiaan itu tidak tercapai, kecuali hubungan manusia dengan Tuhan. Karena manusia mendapat sebagian pancaran dari perhubungan tersebut. Pancaran dan sinar tidak langsung keluar dari Allah, tetapi melalui akal fa’al.
h.      Al-Ghazali
Nama lengkapnya abu hamid Muhammad ibn Muhammad al-ghazali, ath thusi, merupakan orang Persia asli yang dilahirkan pada tahun 450 H/1058 M di Thus (dekat Mashed) dan wafatnya di nisbur pada tahun 505 H/1111 M dalam usia 54 tahun (Moh fauzan, 2002 : 30)
  1. Karya-Karya Al-Ghazali
      a.       Ilmu kalam dan filsafat yaitu Maqashid Al Falasifah, Tahafut Al Falasifah, Al Iqtishad Fi Al I’tiqad, Al Muqid Min Adh Dhalal, Maqashid Asma Fi Al Ma’ani, Asma Al Husna, Faial Al Mustaqim, dll
      b.      Kelompok fiqih dan ushu yaitu Al Basith, Al Wasith, Al Wajiz, Al Khulashah Al Mukhtashar, Al Mustashfa, Al Mankul, Syifakh Al Alifi Qiyas Wa Ta’lil, Adz Dzari’ah Ila Makarim Al Syari’ah
      c.       Kelompok tafsir meliputi Yaqul At Ta’wil Fi Tafsir At Tanzil dan Tawahir Al-Qur’an
      d.      Kelompok ilmu tasawuf dan akhlak secara integral bahasannya ilmu kalam, fiqih dan tasawuf antara lain Ihya’ ‘Ulum Ad-Din, Mizan Al Amanah, Kimya As Sa’adah, Misykat Al Anwa, Muh As Syafat Al-Qulub, Minhaj Al Abiding, Ad Dar Fiqhiratfi Kasyf’ulum, Al Aini Fi Al Wahdat, Al Qurbat Illa Alah Azza Wajalla, Akhlak Al Abrarwa Najat Min Al Asrar, dll
  1. Pandangan Al-Ghazali tentang Taukhid dan Kalam
Ilmu ini membahas tentang dzat Allah, siat-sifatnya yang eternal (al qadimah), yang aktif kreatif (al’fi’liyyah) yang esensial, dengan nama-nama yang sudah dikenal, juga membahas, keadaan para Nabi, para pemimpin umat sesudahnya dan para shabat. Beliau begitu pula membahas tentang keadaan mati dan hidup. Keadaan di bangkitkan dari kubut (al ba’ats), berkumpul di mahsyar, perhitungan amal dan melihat tuhan.
Al ghazali dalam kitabnya ihya’ ‘ulum ad0din menyesalkan adanya pergeseran istilah “tauhid” pada “kalam” tauhid yang berarti mengesakan Allah merupakan isti akidah islam yang dibawa nabi Muhammad SAW, sedangkan kalam yang beratti perkataan, hanya merupakan cara yang digunakan dalam membahas masalah-masalah aqidah.
Menurut Al-Ghazali pengertian tauhid pada masa salaf yang terfokus pada kalimat. “La Ilaha Illa Allah” (tidak ada Tuhan selain Allah), ditanggapi dan dihayati bervariasi oleh umat waktu itu. Ada orang munafik yang bertauhid itu dihatinya dan mengucapkannya dengan sadar.


DAFTAR PUSTAKA
Tanpa Nama Pengarang. (2012). Tokoh-Tokoh Filsafat Pendidikan. Diakses dari world wide web http://ilmufilsafat.wordpress.com/category/tokoh-tokoh-filsafat-pendidikan/. Diupload pada 20 Mei 2012.
Setiawan, Agus,  Armawan. (2014). Tokoh-Tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya. Diakses dari world wide web http://menantikau.wordpress.com/kumpulan-makalah/metodologi-studi-islam/tokoh-tokoh-filsafat-islam-dan-pemikirannya/. Diambil pada 19 December 2014.
Salim, Muhamad. (2013). Tokoh-Tokoh Filsafat Islam. Diakses dari world wide web http://serbamakalah.blogspot.com/2013/01/tokoh-tokohfilsafat-islam-mata-kuliah.html. Diupload pada 24 Januari 2013.

Junaedi. (2013). Filsafat Islam dan Tokoh-Tokoh Aliran Islam. Diakses dari world wide web http://junaedi-ochy.blogspot.com/2013/11/filsafat-islam-dan-tokoh-tokoh-aliran_12.html. Diupload pada 12 November 2013.






  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "TOKOH-TOKOH FILSAFAT ISLAM"

Posting Komentar

Free Website templatesSEO Web Design AgencyMusic Videos OnlineFree Wordpress Themes Templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree Web Templates