Pandangan Rasionalisme dalam Bidang Pendidikan
Mat 3A/-29
Pandangan Rasionalisme dalam Bidang Pendidikan
Manusia
diberi kelebihan oleh Tuhan Yang Maha Esa dibanding dengan ciptaan-Nya yang
lain, yaitu manusia diberi akal dan pikiran untuk berpikir. Akal dan pikiran
dapat dikembangkan melalui pendidikan, sehingga muncullah berbagai macam ilmu
pengetahuan yang dapat dilihat dan dirasakan oleh manusia secara langsung
maupun yang tidak dapat dilihat ataupun dirasa.
Filsafat bisa
diartikan sebagai ilmu yang berupaya memahami semua hal yang muncul di dalam
keseluruhan ruang lingkungan pandangan dan pengalaman umat manusia.
Perkembangan dan perubahan zaman ke zaman memiliki corak dan ciri yang berbeda,
kondisi ini cenderung memacu manusia untuk selalu berfikir mencari nilai
kebenaran itu namun, karena ada perbedaan cara pandang dalam menafsirkan
kebenaran tersebut, maka belum ada kesepakatan mengenai hakikat dan difinisi
filsafat.
Kata
filsafat berasal dari bahasa Yunani yang berasal dari kata philosophia yang berarti
cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang dan suka, serta kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan
kebijaksanaan ( Hamdani Ali,1986:7).
Menurut Praja (2003:91-189) ada 10
aliran dalam filsafat, yaitu.
1. Rasionalisme,
merupakan aliran filsafat yang sangat mementingkan rasio. Dalam rasio terdapat
ide-ide dan dengan itu orang dapat membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa
menghiraukan realitas di luar rasio.
2. Empirisme,
aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman sehingga
pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
3. Kritisisme,
merupakan aliran filsafat yang menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai
sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu, kritisisme sangat berbeda corak
dengan rasionalisme yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak.
4. Idealisme,
adalah aliran filsafat yang menganggap bahwa realitas ini terdiri dari ide-ide,
pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan
kekuatan.
5. Positivisme.
Positivisme berasal dari kata “positif”, yang artinya dengan faktual, yaitu apa
yang berdasarkan fakta-fakta, menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang
terdapat antara fakta-fakta. Pengetahuan tidak boleh melebihi fakta.
Positivisme hanya, mengandalkan fakta-fakta belaka bukan berdasarkan
pengalaman, seperti empirisme.
6. Naturalisme,
merupakan paham yang berpendirian bahwa setiap bayi lahir dalam keadaan suci
dan dianugerahi dengan potensi insaniyah yang dapat berkembang secara alamiah.
Karena itu, pendidikan pada dasarnya sekedar merupakan suatu proses pemberian
kemudahan agar anak berkembang sesuai dengan kodrat alamiahnya.
7. Materialisme,
merupakan aliran yang menganggap bahwa dunia ini tidak ada selain materi atau
nature (alam) dan dunia fisik adalah satu. Faham materialisme ini tidak memerlukan
dalil-dalil yang muluk-muluk dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada
kenyataan-kenyataan yang jelas dan mudah dimengerti.
8. Intusionalisme,
adalah suatu aliran atau faham yang menganggap bahwa intuisi (naluri/perasaan)
adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi termasuk salah satu kegiatan
berfikir yang tidak didasarkan pada penalaran dan tidak bercampur aduk dengan
perasaan.
9. Fenomenalisme,
adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa Fenomenalisme (gejala) adalah
sumber pengetahuan dan kebenaran. Seorang Fenomenalisme suka melihat gejala,
berbeda dengan seorang ahli ilmu positif yang mengumpulkan data, mencari
korelasi dan fungsi, serta membuat hukum-hukum dan teori. Fenomenalisme
bergerak di bidang yang pasti.
10. Sekularisme,
merupakan suatu proses pembebasan manusia dalam berpikirnya dan dalam berbagai
aspek kebudayaan dari segala yang bersifat keagamaan dan metafisika, sehingga
bersifat duniawi belaka. Sekularisme bertujuan memberi interpretasi atau
pengertian terhadap kehidupan manusia tanpa percaya kepada Tuhan, kitab suci
dan hari kemudian.
Dari bermacam aliran filsafat
diatas, yang berpengaruh akan perkembangan ilmu pengetahuan yang menjadi ciri
terbentuknya masyarakat modern adalah Rasionalisme. Aliran ini mengutamakan
daya akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran.
Rasionalisme
berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata bahasa
Latin ratio yang berarti “akal”. Menurut A.R. Lacey
bahwa berdasarkan akar katanya Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang
berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran.
Rasionalisme merupakan paham atau
aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal. Selain itu,
tidak ada sumber kebenaran yang hakiki.
Aliran ini dipandang sebagai aliran
yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam
penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan,
mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi.
Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat semua
pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang
diperoleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan
kebenaran dari dirinya sendiri, yaitu atas dasar asas-asas pertama yang pasti.
Rasionalisme tidak mengingkari nilai
pengalaman, melainkan pengalaman hanya dipandang sebagai sejenis perangsang
bagi pikiran. Karenanya, aliran ini yakin bahwa kebenaran dan kesesatan
terletak di dalam ide, dan bukannya di dalam barang sesuatu. Jika kebenaran
bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada
kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat
diperoleh dengan akal saja.
Kaum
rasionalis berdalil bahwa karena pikiran dapat memahami prinsip, maka prinsip
itu harus ada, artinya prinsip harus benar
dan nyata. Jika prinsip itu tidak ada, orang tidak mungkin
akan dapat menggambarkannya. Prinsip dianggap sebagai sesuatu yang apriori, dan karenanya prinsip tidak dikembangkan dari
pengalaman, bahkan sebaliknya pengalaman hanya dapat dimengerti bila ditinjau
dari prinsip tersebut.
Aliran Rasionalisme merupakan dasar
bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu alam yang menjadi pemicu
terbentuknya manusia dan masyarakat modern dan ilmiah dewasa ini.
Para tokoh
aliran rasionalisme, di antaranya adalah Rene Descartase (1596-1650 M), Spinoza
(1632-1677 M) dan Leibniz (1646-1716 M). Aliran Rasionalisme ada dua macam,
yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama, aliran
rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya digunakan untuk mengkritik
ajaran agama. Adapun dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari
empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan. Hanya saja,
empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan jalan mengetahui objek
empirisme, sedangkan rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan
diperoleh dengan cara berfikir, pengetahuan dari empirisme dianggap sering
menyesatkan. Adapun alat berfikir adalah kaidah-kaidah yang logis.
Anggapan
Descartes sebagai Bapak Filsafat Modern, menurut Bertrand Russel, memang benar.
Kata Bapak diberikan
kepada Descartes karena dialah orang pertama pada zaman modern yang membangun
filsafat yang berdiri atas keyakinan diri sendiri yang di hasilkan oleh pengetahuan
rasional. Dialah orang pertama pada akhir abad pertengahan yang menyusun
argumentasi yang kuat yang distinct, yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat
adalah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci, dan bukan yang
lainnya. (Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004:107)
Descartes adalah orang Inggris. Ayahnya anggota parlemen Inggris. Pada tahun 1612, descates pindah ke prancis. Ia termasuk orang yang taat mengerajakan ibadah menurut ajaran katholik, tetapi ia juga menganut ajaran Galilio yang pada waktu itu masih di tentang oleh tokoh-tokoh gereja.
Descartes adalah orang Inggris. Ayahnya anggota parlemen Inggris. Pada tahun 1612, descates pindah ke prancis. Ia termasuk orang yang taat mengerajakan ibadah menurut ajaran katholik, tetapi ia juga menganut ajaran Galilio yang pada waktu itu masih di tentang oleh tokoh-tokoh gereja.
Dalam bidang
pendidikan, rasionalisme hanya meyakini bahwa akal bersumber dari pengetahuan
sedangkan pengalaman hanyalah perangsang dari terbentuknya pikiran tersebut. Segala
sesuatu perlu di pelajari, tetapi di perlukan metode yang tepat untuk
mempelajarinya. Rene Descartes pun berfikir demikian, ia mengatakan
bahwa mempelajari filsafat membutuhkan metode tersendiri agar hasilnya
benar-benar logis. Ia sendiri mendapatkan metode yang di carinya itu, yaitu
dengan menyaksikan segala-galanya atau menerapkan metode keragu-raguan, artinya
kesangsian atau keragu-raguan ini harus meliputi seluruh pengetahuan yang di
miliki, temasuk juga kebenaran-kebenaran yang sampai kini di anggap sudah final
dan pasti. Misalnya, bahwa ada suatu dunia material bahwa saya mempunyai tubuh,
kalau terdapat suatu kebenaran yang tahan dalam kesangsian radikal, itulah
kebenaran yang sama sekali pasti dan harus dijadikan dasar bagi seluruh ilmu
pengetahuan.
Dalam karya Descartes, ia
menjelaskan pencarian kebenaran melalui metode keragu-raguan. Karyanya
berjudul A Discourse on Methode mengemukakan perlunya
memerhatikan empat hal berikut:
1. Kebenaran baru dinyatakan shahih jika telah benar-benar indrawi dan realitasnya telah jelas dan tegas, sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
2. Pecahkan lah setiap kesulitan atau masalah itu sebanyak-banyaknya, sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
3. Bimbinglah pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang sederhana dan mudah di ketahui, kemudian secara bertahap sampai pada yang paling sulit dan kompleks.
4. Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus di buat perhitungan-perhitungan sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang menyeluruh, sehingga di peroleh keyakinan banwa tak ada satu pun yang mengabaikan atau ketinggalan dalam penjelajahah itu. (juhaya S. Pradja, 2000 : 65)
1. Kebenaran baru dinyatakan shahih jika telah benar-benar indrawi dan realitasnya telah jelas dan tegas, sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
2. Pecahkan lah setiap kesulitan atau masalah itu sebanyak-banyaknya, sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
3. Bimbinglah pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang sederhana dan mudah di ketahui, kemudian secara bertahap sampai pada yang paling sulit dan kompleks.
4. Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus di buat perhitungan-perhitungan sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang menyeluruh, sehingga di peroleh keyakinan banwa tak ada satu pun yang mengabaikan atau ketinggalan dalam penjelajahah itu. (juhaya S. Pradja, 2000 : 65)
Yang paling fundamental dalam
mencari kebenaran adalah senantiasa merujuk kepada prinsip Cogito ergo sum. Hal
tersebut di sebabkan oleh keyakinan bahwa dalam diri sendiri, kebenaran lebih
terjamin dan terjaga. Dalam diri sendiri terdapat 3 ide bawaan sejak lahir,
yaitu: (1) pemikiran, (2) Allah, (3) keluasan.
1. Pemikiran. Sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk yang berfikir, harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.
2. Allah sebagai wujud yang sama sekali sempurna. Karena saya mempunyai ide sempurna, mesti ada suatu penyebab sempurna untuk ide itu karena akibat tidak bisa melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain dari pada Allah.
3. Keluasan. Materi sebagai keluasan atau eksestensi sebagaimana hal itu di lukiskan dan dipelajari aoleh ahli-ahli ilmu ukur. (Juhaya S. Pradja, 2000:67)
1. Pemikiran. Sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk yang berfikir, harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.
2. Allah sebagai wujud yang sama sekali sempurna. Karena saya mempunyai ide sempurna, mesti ada suatu penyebab sempurna untuk ide itu karena akibat tidak bisa melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain dari pada Allah.
3. Keluasan. Materi sebagai keluasan atau eksestensi sebagaimana hal itu di lukiskan dan dipelajari aoleh ahli-ahli ilmu ukur. (Juhaya S. Pradja, 2000:67)
Implikasi rasionalisme dalam bidang pendidikan yaitu :
a. Untuk ilmu pengetahuan modern sebab banyak ilmu-ilmu yang tidak dapat
kita lihat dan rasa secara langsung. Seperti, atom, kita tidak dapat melihatnya
secara langsung, namun dengan karena aliran rasionalisme yang meyakini pada
kebenaran akal bukan pengalaman sehingga kini umat manusia meyakini adanya atom
dari pengetahuan ilmuwan zaman dahulu dimana mereka menemukannya dengan proses
berpikir bukan pengalaman yang dimana mereka dapat melihat secara langsung atom
itu sendiri.
b. Rasionalisme memberikan kebebasan kepada siswa dalam mengembangkan
pikirannya dalam membangun
suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas di luar rasio.
c. Rasionalisme berpusat pada pengetahuan yang ada dan pengetahuan
sebelumnya.
d. Pembelajarannya dengan metode student-center dan open ended, yang dimana
membebaskan siswa untuk bepikir dan mengembangkan pengetahuannya sendiri tanpa
harus memperlihatkan keadaan kenyatannya.
e. Aliran rasionalisme sangat cocok untuk zaman pengetahuan modern.
Sumber
·
Jalaludin dan Abdullah Idi, 2011, Filsafat Pendidikan.
Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
·
http://www.jurnal.filsafat.ugm.ac.id/index.php/jf/article/viewPDFInterstitial/56/54
·
http://www.sutrianikey.blogspot.com/2012/06/23/aliran-filsafat-rasionalisme/
yang ini belom direvisi yaaaa







0 Response to "Pandangan Rasionalisme dalam Bidang Pendidikan"
Posting Komentar